Faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Keefektifan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor kebahasaan yang dikuasai olehnya. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah: ketepatan ucapan (tata bunyi), penempatan tekanan, nada, sendi,
dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan kalimat efektif.
1. Ketepatan Ucapan (Tata Bunyi)
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat,
dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang
tepat atau cacat tersebut juga dapat menimbulkan kebosanan, kurang
menyenangkan, atau kurang menarik. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat
kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik
perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh.
Sampai saat
ini, bahasa Indonesia belum memiliki ucapan yang baku. Namun demikian, ucapan
atau tata bunyi bahasa Indonesia yang dianggap baku adalah tata bunyi yang
tidak terpengaruh oleh logat daerah atau dialek daerah tertentu. Seorang
pembicara yang baik dituntut untuk dapat menciptakan efek emosional yang
diinginkan dengan suaranya.
Pengucapan kata-kata harus jelas terdengar. Untuk itu,
gerakan alat-alat ucap terutama lidah, bibir, dan gigi harus leluasa. Gerakan
yang tertahan akan mengakibatkan suara yang keluar tidak normal, sehingga
kurang jelas terdengar. Demikian juga, volume suara harus pas, jangan terlalu
lemah dan jangan terlalu keras. Kalau menggunakan pengeras suara, volumenya
harus diatur sesuai dengan luasnya ruang dan banyaknya peserta.
Dalam
hubungannya dengan olah suara atau tata bunyi ini, Pringgawidagda (2003: 9)
menyampaikan hal-hal yang harus diperhatikan, berikut :
1.
Logat
baku tidak bercampur dengan dialek tak baku.
2.
Lafal
harus jelas dan tegas
3.
Nafas
yang kuat agar dapat menguraikan kalimat yang cukup panjang atau tidak terputus
dalam wicara.
4.
Tempo
(cepat lambat suara) dan dinamik (intonasi, tekanan, aksen) suara.
5.
Penghayatan,
berbicara memerlukan penjiwaan agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
Pengucapan
bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat akan menimbulkan kebosanan, kurang
menyenangkan atau kurang menarik atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian
pendengar.
2. Penempatan Tekanan, Nada,
Sendi, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian
penempatan atau penggunaan tekanan, nada, sendi, atau tempo dan durasi akan
menjadi daya tarik tersendiri bagi pendengar. Bahkan kadang-kadang merupakan
faktor penentu. Kesalahan dalam penempatan hal-hal tersebut berakibat pada
kurang jelasnya isi dan pesan pembicaraan yang ingin disampaikan kepada lawan
bicara. Jika penyampaian materi pembicaraan datar saja, hampir dapat dipastikan
akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
Sebaliknya,
kalau dalam berbicara seorang pembicara dapat menggunakan hal-hal tersebut
secara benar, maka pembicaraan yang dilakukannya akan berhasil dalam menarik
perhatian pendengar dan akhirnya pendengar menjadi senang, tertarik dan akan
terus mengikuti pembicaraan yang disampaikannya.
Tekanan berhubungan dengan keras lemahnya
suara, nada berhubungan dengan tinggi-rendahnya suara, sendi atau tempo
berhubungan dengan cepat-lambatnya berbicara, dan durasi atau jeda menyangkut
perhentian. Keempat hal itu harus dapat dipadukan secara serasi untuk
memperoleh intonasi yang baik dan menarik.
3. Pilihan Kata (Diksi)
Variasi pemakaian bahasa
dipengaruhi oleh situasi pembicaraan. Bentuk variasi itu dapat dilihat lewat
perwujudan lafal, ejaan, pilihan kata, dan tata kalimat. Faktor penting yang berpengaruh terhadap pilihan
kata adalah sikap pembicara, yakni sikap yang berkenaan dengan umur dan
kedudukan lawan bicara yang dituju, permasalahan yang disampaikan, dan tujuan
informasinya.
Dalam
berbicara, pilihan kata yang dilakukan hendaknya yang tepat, jelas, dan bervariasi.
Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pilihan
kata dalam sebuah pembicaraan juga harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan
dan dengan siapa kita berbicara atau berkomunikasi. Komunikasi akan berjalan
lancar dan baik apabila kata-kata yang
digunakan oleh pembicara dapat dipahami oleh pendengar dengan baik.
Dalam hal pemilihan kata ini, Glenn R. Capp dan Richard Capp, Jr.
(dalam Rachmat, 1999: 47-52) menyatakan bahwa bahasa lisan (termasuk pidato)
harus menggunakan kata-kata yang jelas, tepat, dan menarik.
Menggunakan
kata-kata yang jelas maksudnya bahwa kata-kata yang digunakan dalam
menyampaikan pesan kepada para pendengar tidak boleh menimbulkan arti ganda dan
tetap dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan
tersebut, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
2. Gunakan kata-kata yang sederhana
3. Hindari istilah-istilah teknis
4. Berhemat dalam penggunaan kata-kata
5. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama dengan
pernyataan yang berbeda.
Penggunaan
kata-kata yang tepat berarti bahwa kata-kata yang digunakan harus sesuai dengan
kepribadian komuniukator, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi
komunikasi. Penggunaan kata-kata dalam pidato pertemuan resmi akan berbeda
dengan kata-kata yang digunakan dalam pidato pertemuan tidak resmi atau
informal. Untuk memperoleh ketepatan dalam penggunaan kata-kata, pembicara
perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Hindari kata-kata klise
2. Gunakan bahasa pasaran secara hati-hati
3. Hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut
4. Hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan
5. Jangan menggunakan penjulukan
6. Jangan menggunakan eufemisme yang berlebih-lebihan.
Selain harus tepat dan jelas, kata-kata yang digunakan
oleh seorang pembicara juga harus menarik, harus menimbulkan kesan yang kuat,
hidup, menarik perhatian para pendengarnya. Untuk dapat menggunakan kata-kata
yang menarik, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pilihlah kata-kata yang menyentuh langsung diri khalayak. Bahasa
lisan sebaiknya bergaya percakapan, langsung, dan komunikatif.
2. Gunakan kata berona, yaitu kata-kata yang dapat melukiskan sikap dan
perasaan, atau keadaan. Warna kata biasanya dipengaruhi oleh asosiasi dengan
pengalaman tertentu.
3. Gunakan bahasa yang figuratif, yaitu bahasa yang dibentuk sedemikian
rupa sehingga menimbulkan kesan yang indah. Untuk itu biasanya digunakan gaya
bahasa. Gaya bahasa yang paling sering dipergunakan adalah asosiasi, metafora,
personifikasi, dan antitesis.
4. Gunakan kata-kata tindak (action words), dengan cara
menggunakan kata-kata aktif.
4. Kalimat Efektif
Berbicara pada hakikatnya adalah menyampaikan kalimat-kalimat.
Kalimat terdiri dari kata-kata yang mengandung pengertian. Setiap gagasan, pikiran,
konsep, ataupun perasaan seseorang pada dasarnya akan disampaikan kepada orang
lain dalam bentuk kalimat-kalimat.
Segala pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pembicara akan dapat
diterima dengan baik oleh pendengarnya apabila disampaikan dengan
kalimat-kalimat yang benar, baik, dan tepat.
Kalimat yang benar
adalah kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, yaitu harus disusun
berdasarkan kaidah yang berlaku. Kalimat yang baik adalah kalimat yang sesuai
dengan konteks dan situasi yang berlaku. Kalimat yang tepat adalah kalimat yang
dibangun dari pilihan kata yang tepat, disusun menurut kaidah yang benar, dan
digunakan dalam situasi yang tepat pula. Kalimat yang benar dan jelas yang
dapat dengan mudah dipahami pendengar sesuai dengan maksud pembicara disebut
kalimat efektif.
Pesan yang
disampaikan dalam sebuah pembicaraan akan dapat dengan segera dipahami
maksudnya apabila digunakan kalimat efektif dalam pembicaraan itu. Kalimat
efektif memiliki ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan
kehematan.
Ciri keutuhan dalam
kalimat efektif akan terlihat jika setiap kata yang dipergunakan memang
betul-betul merupakan bagian yang padu dalam
suatu kalimat. Keutuhan kalimat juga ditunjukkan dengan adanya subjek
dan predikat dalam kalimat tersebut. Perpautan, berhubungan dengan hubungan
antara unsur-unsur kalimat. Pemusatan perhatian pada bagian terpenting dalam
kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian penting tersebut pada awal
atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan sewaktu berbicara.
Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata-kata ataupun
frase .
Kalimat bisa
menarik kalau ada variasi. Variasi kalimat dapat dibentuk melalui perpaduan
panjang-pendek, letak SPOK, aktif-pasif, berita-tanya-perintah, dan pilihan
kata. Oleh karena itu, seorang pembicara
perlu melengkapi dirinya dengan pengetahuan tentang pola kalimat dasar dan
jenis kalimat. Dengan bekal itu seorang pembicara dapat menyusun
kalimat-kalimat efektif yang menarik dan mempesona.
Advertisement